Meluaskan ruang belajar

11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan AllahMaha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 58. Al Mujaadilah : 11. (Berbagi ilmu di ruang Majlis yang luas ini "ngeblog")

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةِ ـ رواه مسلم

“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Ilmu dan Iman

Keilmuan kita harus dibarengi dengan iman, begitu juga iman harus dibarengi dengan ilmu, agar kita tidak salah langkah dan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Dari Buraidah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.” Riwayat Imam Empat. Hadits shahih menurut Hakim.

Kamis, 05 September 2013

PERAMPOKAN MENURUT IMAM HANAFI

A.     PENGERTIAN HIRABAH
Hirabah adalah pembegalan (qat’u at-tariq) atau pencurian besar. Menamakan pencurian dengan pembegalan adalah bentuk majas, bukan hakikat, karna pencurian adalah pengambilan harta secara sembunyi-sembunyi, sedangkan pembegalan adalah pengambilan harta secara terang-terangan. Akan tetapi, dalam pembegalan terdapat bentuk sembunyi-sembunyi, yaitu sembunyinya pelaku dari imam (Pengiasa atau kepala Negara) dan orang yang memwakilinya dalam keamanan. Karenanya, pencurian tidak dinamakan pembegalan kecuali ia memenuhi beberapa ketentuan yang membuatnya di anggap sebagai pencurian besar. Jika dinamakan pencurian saja, ungkapan tersebut tidak akan dipahami sbagai pembegalan. adanya beberapa ketentuan ini adalah tanda-tanda majas.
B.     Antara Pencurian (Sariqah) Dan Perampokan/Gangguan Keamanan (Hirabah)
Walaupun tindak pidana dinamakan pencurian besar (sariqah qubra), ia tidak benar-benar mirip dengan pencurian. Pencurian adalah pengambilan harta secara sembunyi-sembunyisedangkan hirabah adalah keluar (rumah) untuk mengambil harta dengan cara paksa. Unsure pencurian yang paling besar adalah mengambil harta saja, sedangkan unsur haribah adalah keluar untuk mengambil harta, baik pelaku mengambil harta maupun tidak. Seseorang dikatakan pencuri jika ia mengambil harta secara sembunyi-sembunyi, dan dikatakan muharib (perampok/pengganggu keamanan) jika ia berada dalam beberapa kondisi. Yaitu:
·         Jika ia keluar untuk mengambil harta dengan cara kekerasan lalu menakut-nakuti orang yang berjalan, tetapi ia tidak mengambil harta dan membunuh orang.
·         Jika ia keluar untuk mengambil harta dengan cara kekerasan lalu mengambil harta, tetapi tidak membunuh.
·         Jika ia keluar untuk mengambil harta dengan cara kekerasan lalu membunuh, tetapi tidak mengambil harta.
·         Jika ia keluar untuk mengambil harta dengan cara kekerasan lalu mengambil harta dan membunuh.
Selama seseorang keluar dengan niat ingin mengambil harta menggunakan kekerasan dan ia berada dalam salah satu dari empat kondisi ini maka ia dianggap muharib (perampok/pengganggu keamanan).
Imam Abu Hanifah , Ahmad bin Hanbal, dan Ulama Syi’ah Zaidiah mendefinisikan haribah sebagai keluarnya seseorang untuk mengambil harta dengan cara kekerasan jika keluarnya menimbulkan ketakutan pengguna jala, mengambil harta atau membunuh seseorang. Hirabah menurut sebagian ulama adalah upaya menakut-nakuti orang di jalan untuk mengambil hartanya. Firman Allah SWT dalam QS Al-Ma’idah ayat 33 :
hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasull-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar”. (QS Al-Ma’idah : 33)
C.    PELAKU HIRABAH
Hirabah dapat dilakukan oleh sekelompok orang atau perorangan yang mampu melakukannya. Imam abu Hanifah dan Ahmad mensyaratkan pelaku membawa senjata atau barang yang sejenis dengannya, seperti tongkat, batu, dan balok kayu.
Muharib adalah setiap pelaku langsung atau pelaku tidak langsung tindak pidana haribah. Barangsiapa mengambil harta, membunuh, atau menakut-menakuti orang, ia adalah muharib. Barangsiapa membantu tindak pidana hirabah, baik dengan member dorongan, membuat kesepakatan atau membantu, ia adalah muharib. Jika seseorang  hadir di tempat kejadian itu alalu diserahi tugas menjaga atau melindungi, ia di anggap muharib walaupun ia tidak melakukan tindak pidana hirabah secara langsung. Seseorang dianggap membantu tindak pidana hirabah jika ia mengawasi dan memberi dukungan, yaitu member tempat perlindungan kepada para muharib ketika mereka melarikan diri atau mengulurkan bantuan  ketika para muharib memerlukannya. Menurut imam Maliki, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan ulama zahiriyah semuanya adalah Muharib. Berbeda halnya dengan imam asy-Syafi’I yang tidak mencap muharib kecuali orang yang melakukan tindak pidana  haribah secara langsung.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, dan ulama zahiriyahmenyatakan bahwa jika sekelompok orang membegal lalu sebagian dari mereka mengambil harta, sebagian lagi membunuh beberapa orang dan sisanya tidak berbuat apa-apa, semuanya harus bertanggungjawab atas pengambilan harta dan pembunuhan, sedangkan imam asyk-syafi’I sebaliknya dengan artian hanya dikenakan takzir bagi yang tidak membunuh dan mengambil harta pada saat tindak pidana itu terjadi.
Menurut Abu hanifah Muharib disyaratkan Mukalaf, dan terikat dengan hukum islam. Sedangkan anak belum dewasa atau orang gila tidak dikenakan hukuman ataupun denda.
D.    Tempat Pemotongan
Agar pelaku hirabah dijatuhi hukuman hudud, imam Abu Hanifah mensyaratkan hirabah terjadi dinegara islam. Jika hirabah terjadi dinegara non-islam, hukuman hudud tidak di wajibkan karena yang melaksanakan hukuman hudud yaitu penguasa.
Imam abu Hanifah mensyaratkan hirabah tidak terjadi di dalam kota atau jauh dari pemukiman. Jika terjadi di kota, tidak ada hukuman hudud atas pelaku, baik hirabah terjadi di waktu siang maupun di waktu malam hari, baik bersenjata maupun tidak.
E.     Korban hirabah (Perampokan atau Gangguan keamanan)
Korban hirabah disyaratkan orang yang maksum (mendapat jaminan keamanan). Seseorang di anggap maksum jika ia seorang muslim atau seorang kafir zimi. Jika ia korban seorang kafir harbi atau pemberontak, tidak ada ismah (jaminan keamanan) baginya. Jikaia seorang kafir harbi mendapat jaminan keamanan (musta’man), berarti ia maksum. Meskipun demikian para ulama berbeda pendapat tentang hukuman hudud dalam masalah tindak pidana hirabah yang terjadi atas kafir musta’man. Perbedaan pendapat ini telah dijelaskan dalam pembahasaan tentang tindak pidana pencurian.
            Korban hirabah berhak membunuh muharib dan membela jiwa dan hartanya.korban hirabah disunahkan untuk memberikan nasihat kepada muharibagar membatalkan tindak pidananya. Jika sudah tidak ada kesempatan, korban harus segera melakukan tindakan untuk membela diri semampunya yaitu tindakan yang menurutnya bisa membuat terhindar dari tindak pidana. Jika si korban bisa membela diri dengan perkataan dan tekanan, ia tidak perlu memukulnya. Jika ia bisa membela diri dengan memukulnya, ia tidak boleh membunuhnya. Jika ia tdak mungkin membela diri kecuali dengan membunuh atau khawatir dibunuh lebih dahulu, atau pelaku tidak memberikan kesempatan membela, korban berhak memukul pelaku dengan sesuatu yang mematikan.
F.      Bukti-bukti tindak pidana hirabah
Tindak pidana hirabah bisa di buktikan berdsarkan saksi dan pengakuan pelaku. Saksi tindak pidana ini cukup dua orang. Kedua saksi boleh bersal dari rombongan yang menyerang muharib atau dari rombongan korban hirabah, tetapi mereka boleh bersaksi bagi orang lain, tidak bagi diri sendiri.
G.    Hukuman atas tindak pidana
Menurut Imam Abu Hanifah, asy-syafi’I, Ahmad Bin Hanbal, dan Ulama syi’ah Zaidiyah, hukuman atas tindak pidana hirabah berbeda-beda, tergantung pada perbuatan yang dilakukan. Sebuah tindak pidana dianggap hirabah jika tidak keluar dari empat bentuk:
·         Menakut-nakuti orang dijalan di jalan tanpa mengambil harta atau membunuh orang.
·         Hanya mengambil harta, tidak yang lain.
·         Membunuh saja.
·         Mengambil harta dan membunuh.
Menurut fuqoha masing-masing perbuatan ini mempunyai hukuman khusus. Imam Malik berpendapat bahwa imam (penguasa/kepala Negara) berhak memilih hukuman atas muharib dari hukuman yang ada di dalam nash (aturan) selama si muharib tidak membunuh, jika si muharib membunuh maka ia di jatuhi hukuman mati atau di salib.

Referensi :
1.      Ibnul Hammam, Syarh Fathul Qadir, jld.IV, hlm. 628
2.      Lihat Alauddinal-kasani, Bada’I as-sana’I fi fi tarlbisy Syara’I, jld. VII, hlm. 90; Muhammad Abdullah bin Quaddamah, Al-Mugniy ‘ala Mukhtasar Al-kharaqiy (penerbit al-manar), cet. I, jld. X, hlm. 302; syarh Az-zarqani ‘ala Mukhtasar Khall (penerbit Muhammad Afandi Musthafa), cet. I, jld. VIII, hlm. 108; Abu Yahya Zakariya al-Anshari, Asnal Matalib Syarh Raudit Talib (penerbit Al-Maymaniyyah), cet. I, jld. IV, hlm. 154; Muhammad Abdullah bin Quddamah, Al-Mugniy ‘ala Mukhtasar al-kharaqiy (penerbit al-Manar), cet. I, jld. XI, hlm. 306.
3.      Ibnu hazm, al-Muhalla, jld. XI, hlm. 315.
Abu Yahya Zakariya al-anshari, Asnal Matalib Syarh Raudit Talib(penerbit Al-Maymaniyyah), cet. I, jld